BAB
1
LAPORAN
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Hasil
akhir dari kehilangan fungsi ginjal secara bertahap. Jarang menunjukkan gejala
hingga kerusakan filtrasi glomerulus lebih dari 75% yang memburuk siring
penurunan fungsi ginjal. (Billota, 2012: 262)
1.2 Etiologi
1) Nefropati
diabetik
2) Nefrosklerosis
hipertensi
3) Glomerulonefritis
kronik
4) Pielonefritis
kronik
5) Penyakit
ginjal polisistik
6) Eritematosa
lupus kompleks. (Lemon, 2016: 1064)
Etiologi gagal ginjal kronik yang paling umum
(USRDS, 2008) menurut Lemon, 2016: 106
1) Nefropati
diabetik
2) Hipertensi
3) Glomerulonefritis
4) Penyakit
ginjal kistik
1.3 Patofisiologi
Patofisiologi
CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit. Proses patologi umum
yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal ginjal. Tanpa melihat
penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis
adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copstead& banasik, 2010). Seluruh unit
nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron
fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan
tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut
disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang
meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan
parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria
akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses
hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun setelah proses
penyakit awal telah teratasi (Fauci et al., 2008). Perjalanan CKD beragam, berkembang
selama periodebulanan hingga tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang
tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada
pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika penyakit
berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini
(misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan
fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut.
Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria, dan
manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari 10%
normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup.
(Lemon, 2016: 1063)
Patofosiologi
berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016: 1064
1) Nefropati
diabetik : Peningkatan
awal laju aliran glomerulus menyebabkan hiperfiltrasi dengan akibat kerusakan
glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis glomerulus dan glomerulus
kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan GFR
2) Nefrosklerosis
hipertensi : Hipertensi jangka
panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan arteriol ginjal dan arteri kecil
dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia, kerusakan
glomerulus, dan atrofi tubulus.
3) Glomerulonefritis
kronik : Inflamasi interstisial
kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi dan kerusakan tubulus dan
kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus dan sekresi dan
reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.
4) Pielonefritis
kronik : Infeksi kronik
yang biasa dikaitkan dengan obstruksi atau reluks vesikoureter menyebabkan
jaringan parut dan deformitas kaliks dan pelvis ginjal , yang menyebabkan
refluks intrarenal dan nefropati
5) Penyakit
ginjal polisistik : kista
bilateral multipel menekan jaringan ginjal yang merusak perfusi ginjal dan
menyebabkan iskemia, remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan mediator inflamasi,
yang merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal.
6) Eritematosa
lupus kompleks : kompleks imun terbentuk
di membaran basalis kapiler yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis dengan
glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus.
1.4 Manifestasi Klinis
Penyakit
gagal ginjal kronik (Chronic kidney
disease, CKD) ditandai dengan adanya kerusakan ginjal selama tiga bulan atau lebih dan tingkat fungsi ginjal (National Kidney
Foundation [NKF], 2002). Akhirnya, ginjal tidak dapat mengsekresikan sisa
metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan eletrolit secara adekuat,
kondisi yang disebut sebagai gagal ginjal atau gagal ginjal stadium akhir
(ERSD), tahap akhir CKD. Kondisi yang mneyebabkan CKD biasanya melibatkan
penyakit ginjal bilateral difus dengan kerusakan progresif dan jaringan
parut. (Lemon, 2016: 1062)
Manifestasi
Klinis berdasarkan Stadium menurut Lemon, 2016: 1064
1) Stadium
1
a. Laju
filtrasi glomerulus >90mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
·
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
meningkat
·
Asimtomatik; BUN dan kreatinin normal
2) Stadium
2
a. Laju filtrasi glomerulus 60-89mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
·
Penuruna ringan GFR
·
Asimtomatik, kemungkinan hipertensi;
pemeriksaan darah biaasnya dalam batas normal
3) Satdium
3
a. Laju
filtrasi glomerulus 30-59 mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi
:
·
Penurunan sedang GFR
·
Hipertensi; kemungkinan anemia dan
keletihan, anoreksia, kemungkinan malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan BUN
dan kreatinin serum
4) Stadium
4
a. Laju
filtrasi glomerulus 15- 29 mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi:
·
Penurunan berat GFR
·
Hipertensi, anemia, malnutrisi,
perubahan metabolisme tulang; edema, asidosis metabolik, hiperkalasemia;
kemungkinan uremia; azotemia dengan
peningkatan BUN dan kadar kreatinin serum
5) Stadium
5
a. Laju
filtrasi glomerulus <15mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi:
·
Penyakit ginjal stadium akhir
·
Gagal ginjal dengan azotemia dan uremia
nyata
Cara
Penghitungan GFR
1. Pria.
LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) × berat badan
72 × kreatinin plasma (mg/dl)
2. Wanita.
pada wanita sedikit berbeda,
LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) x berat badan x
0,85
72 × kreatinin plasma (mg/dl)
1.5 Komplikasi
1.5.1
Efek Cairan dan Elektrolit
Hilangnya
jaringan ginjal fungsional merusak kemampuannya untuk mengatur keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa. Pada tahap awal CKD, kerusakan filtrasi dan
reabsorpsi menyebabkan protinuria, hematuria, dan penurunan kemampuan
memekatakan urin. Garam dan air tidak dapat disimpan dengan baik dan risiko
dehidrasi meningkat. Poliuria, nokturia, dan berat jenis tetap 1, 008 – 1, 012
bisa terjadi. Ketika GFR turun dan fungsi ginjal menurun lebih lanjut, reteni
natrium dan air biasa terjadi, yang membutuhkan batasan air dan garam. Ekskresi
fosfat juga rusak, menyebabkan hipofosfatemia dan hipokalsemia. Penrunan
absorbsi kalsium akibat kerusakan aktifasi vitamin D juga menyebabkan
hipokalsemia. Ketika gagal hginjal terus berlanjut, ekskresi ion hidrogen dan
produksi dapat rusak, menyebabkan asidosis metabolik. (Lemon, 2016: 1063-1064)
1.5.2
Efek Kardiovaskular
Hipertensi
sistemik adalah manifestasi umum CKD. Hipertensi terjadi akibat kelebihan
volume cairan, peningkatan aktifitas renin angiotensin, peningkatan resistensi
vaskular dan penurunan prostaglandin. Peningkatan volume cairan ekstraselular
juga dapat menyebabkan edema dan gagal jantung. Edema paru dapat terjadi akibat
gagal jantung dan peningkatan permeabelitas membrane kapiler alveolus.
Toksin metabolik
yang tertahan dapat mengiritasi kantong perikardium, menyebabkan respon
inflamasi dan tanda perikarditis. Tamponade
jantung, kemungkinan komplikasi perikarditis, terjadi bila cairan inflamasi
dalam kantong perikardium mengganggu pengisian ventrikel dan curah jantung.
Ketika komplikasi umum uremia, perikarditis jarang terjadi bila dialisis
dilakukan dini. (Lemon, 1064-1065)
1.5.3
Efek Hematologi
Anemia bisa
muncul pada CKD, disebabkan oleh banyak faktor. Ginjal memproduksi
eritropoetin, hormon yang mengontrol produksi sel darah merah. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun. Toksin metabolik yang tertahan lebih
lanjut menekan produksi sel darah merah dan meyebabkan pemendekan masa hidup
sel darah merah. Kekeruagan nutrisi (besi dan folat) dan peningkatan resiko
kehilangan darah dari saluran gastrointestinal juga menyebabkan anemia.
Gagal
ginjal merusak fungsi trombosit, meningkatkan resiko gangguan perdarahan
seperti epsitaksis dan perdarahan gastrointestinal. Mekanisme kerusakan fungsi
trombosit terkait dengan gagal ginjal tidak di pahami dengan baik. (Lemon,
2016: 1065)
1.5.4
Efek Sistem imun
Uremia meningkatkan resiko infeksi.
Kadar tinggi urea dan sisa metabolik tertahan merusak semua aspek inflamasi dan
fungsi imun. Penurunan SDP, imunitas lantaran sel dan humoral rusak, serta
fungsi fagosit rusak. Baik respon inflamasi akut maupun respon
hipersensitivitas lambat terganggu (Porth& Matfin, 2009). Demam ditekan,
seringkali memperlambat diagnosa infeksi. (Lemon, 2016: 1065)
1.5.5
Efek Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah adalah
gejala awal uremia. Cegukan biasa dialami. Gastroenteritis sering muncul.
Ulserasi juga memengaruhi tiap level saluran GI dan menyebabkan peningkatan
risiko perdarahan GI. Penyakit ulkus peptikum khususnya umum pada pasien
uremik. Fetor uremik, bau napas
seperti urine seringkali dikaitkan dengan rasa logam dalam mulut, dapat
terjadi. Fetor uremik semakin dapat menyebabkan anoreksia. (Lemon, 2016: 1065)
1.5.6
Efek Neurologis
Uremia menguah fungsi sistem syaraf
pusat dan perifer. Manisfestasi’ SSP terjadi lebih awal dan mencakup perubahan
mental, kesulitan berkonsentrasi, keletihan, insomnia. Gejala psikotik, kejang,
dan koma dikaitkan dengan ensefalopati uremik lanjut.
Neuropati perifer juga umum terjadi
pada uremia lanjut. Jbaik jaras sensorik maupun motorik terkena. Ekstremitas
bawah terkena pada awalnya. “restless leg
syndrome” atau rasa merayap atau menjalar, seperti tertusuk, atau gatal
pada tungkai bawah dengan gerakan tungkai sering, meningkat selama istirahat. Parestesia
dan kehilangan sesorik biasanya terjadi pada pola “stocking glove”. Ketika uremia memburuk, fungsi motorik juga rusak,
menyebabkan kelemahan otot, penurunan rekleks tendon dalam, dan gangguan
berjalan. (Lemon, 2016: 1065)
1.5.7
Efek Muskuloskeletal
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia
yang terkait dengan uremia mensimulasi sekresi hormon paratiroid. Hormon
paratiroid menyebabkan peningkatan resorbsi kalsium dari tulang. Selain itu,
aktifitas sel osteoblast (pembentuk tulang) dan osteoklast (penghancur tulang)
terkena. Resorbsi dan remodeling tulang ini, bersamaan dengan penurunan
sintesis vitamin D dan penurunan absorbsi kalsium dari saluran GI, menyebabkan osteodistrofi ginjal, yang disebut juga
riketsia ginjal. Osteodistrofi ditandai dengan osteomalasia, pelunakan tulang, dan osteoporosis, penurunan masa tulang. Kista pada tulang dapat
terjadi. Manifestasi osteodistrofi mencakup nyeri tekan pada tulang, nyeri, dan
kelemahan otot. Pasien beresiko tinggi mengalami fraktur spontan.
1.5.8
Efek Endokrin dan metabolik
Akumulasi produksi sel metabolisme
protein adalah faktor utama yang terlibat pada efek dan manifestasi uremia.
Kadar kreatinin serum dan BUN naik secara signifikan. Kadar asam urat
meningkat, menyebabkan peningkatan resiko gout.
Jaringan menjadi resisten terhadap
efek insulin pada uremia, menyebabkan intoleransi glukosa. Kadar trigliserida
darah tinggi dan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) rendah dibanding
normal menyebabkan percepatan proses atersklerosis.
Fungsi reproduksi terganggu.
Kehamilan jarang sampai cukup bulan dan ketidak aturan menstruasi umum terjadi.
Penurunan kadar testosteron, hitung sperma rendah, dan inpotensi mempengaruhin
pasien pria yang menderita ESRD. (Lemon,
2016: 1065)\
1.5.9
Efek Dermatologi
Anemia dan metabolik pigmentasi yang
tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna kekuningan uremia. Kulit kering
dnegan turgor buruk, akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum
terjadi. Memar dan eksoriasi sering dijumpai. Sisa metabolik yang tidak
dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk dikulit, yang menyebabkan gatal atau
pluritus. Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi keringat dapat menyebabkan bekuan uremic, deposit kristal urea di
kulit. (Lemon, 2016: 1065).
1.6 Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan diagnostik menurut
Billota, 2012: 262
1.6.1
Laboratorium
1) Kadar
BUN kreatinin serum, natrium, dan kalsium meningkat
2) Analisa
gas darah arteri menunjukkan penurunan PH arteri dan kadar bikarbonat.
3) Kadar
hematokrit dan hemoglobin rendah, masa hidup sel darah merah berkurang.
4) Muncul
defek trombositomia dan trombosit ringan
5) Sekresi
aldosteron meningkat
6) Terjadi
hiperglikemia dan hipertligiseridemia
7) Penurunan
kadar high density lipoprotein (HDL)
8) Analisa
gas darah menunjukkan asidosis metabolik
9) Berat
jenis urine tetap pada angka 1,010.
10) Pasien
mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan sedimentasi,
leokosit, sel darah merah, dan kristal.
1.6.2
Pencitraan
Radiografi
KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan ginjal, dan arteriografi ginjal
menunjukkan penurunan ukuran ginjal.
1.6.3
Prosedur diagnostik
1) Biopsi
ginjal memungkinkan identifikasi histologis dari prposes penyakit yang
mendasari
2) EEG
menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati metabolik.
1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Billota,
2012: 263
1.7.1
Umum
1) Hemodialisis
atau dialisis peritoneum
2) Diet
rendah protein (dengan dialisis peritonium, tinggi protein), tingggi kalori,
rendah natrium, rendah fosfor, rendah kalium.
3) Pembatasan
cairan
4) Tirah
baring jika letih
1.7.2
Pengobatan
1) Diuretik
2) Glikosida
jantung
3) Antihipertensif
4) Antiemetik
5) Suplemen
zat besi dan folat
6) Eritropoetin
7) Antipluritik
8) Suplemen
vitamin dan asam amino esensial
1.7.3
Pembedahan
1) Pembuatan
akses vaskular untuk dialisis
2) Kemungkinan
transpalntasi ginjal
1.8 WOC
BAB
2
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1
Anamnesa
1) Usia
Penyakit
ginjal kronis ditemukan pada orang darisegala usia
2) Jenis
Kelamin
Gagal
ginjal kronis dapat menyerang pria maupun wanita
3) Keluhan Utama
Letih, penuruna haluaran urine, peningkatan edema, ketidak
seimbangan elektorilit, kelebihan cairan. (Billota, 2012: 262)
4) Riwayat
Penyakit Sekarang
Pasien mengalami mulut kering, letih, mual, kram
otot, impotensi, aminore, vasikulasi, kedutan otot. (Billota, 2012: 262)
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan,
vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati obstruktif
6) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit
metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.
7) Riwayat
Psikososial
Pasien akan merasakan perasaan tidak berdaya, tak
ada harapan, menolak, ansietas, takut, marah, tidak mampu mempertahankan fungsi
peran.
2.1.2
ADL
1)
Nutrisi : peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyri uluhati, mual/ muntah, rasa
tak sedap pada mulut (pernafasan amonia). (Doenges, 2012: 627)
2)
Aktivitas :
Kelemahan yang ekstrim, malaise,gangguan tidur (insominia/ gelisah atau
samnolen) (Doenges, 2012: 626)
3)
Pola Eliminasi :
penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi. (Doenges, 2012: 626)
4)
Neurosensori : sakit kepala, pengelihatan kabur, kram otot/ kejang, sindorm
“kaki gelisah”; kebas rasa terbakar pada
telapak kaki. Kebas/ kesemutan dan kelemahan, kususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer). (Doenges, 2012: 627)
5)
Nyeri/ kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
(memburuk saat malam hari). (Doenges, 2012: 627)
6)
Pernafasan : nafas pendek; dipsnea nekturnal paroksismal; batuk dengan/
tanpa sputum kental dan banyak. (Doenges, 2012: 627)
7)
Keamanan :
kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi (Doenges, 2012: 627)
2.2 Pemeriksaan Fisik
1)
B1 (breathing) : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman (perneapasan
kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
(Doenges, 2012: 627)
2)
B2 (Blood) : hipertensi; nadi kuat, disritmia jantung, pitting pada kaki,
telapak tangan. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia.
Friction rub perikardial (respon terhadap akumulasi sisa). (Doenges, 2012: 626)
3)
B3 (Brain) : gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian,
tidakmampuan berkonsentrasi, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
(Doenges, 2012: 627)
4)
B4 (Bladder) : perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah, coklat,
oliguria, dapat menjadi anuria. (Doenges, 2012: 626- 627)
5)
B5 (Bowel) : distensi abdomen, konstipasi, diare (Doenges, 2012: 626)
6)
B6 (Bone) : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
(Doenges, 2012: 626)
2.3
Diagnosa Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
1
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan heluaran urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium
|
2.
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan
membrane mukosa mulut.
|
3.
|
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis
|
4.
|
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia
|
5.
|
Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidak seimbangan cairan
|
6
|
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan penanganan
|
2.4 Intervensi Keperawatan
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan heluaran urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan
Intervensi :
1)
Kaji Status Cairan
a. Timbang
berat badan harian
b. Keseimbangan
masukan dan haluran
c. Turgor
kulit dan adanya edema
d. Distensi
vena leher
e. Tekanan
darah, denyut dan irama nadi
R/ pengkajian merupakan dasar dan data dasar
berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
2)
Batasi masukan cairan
R/
pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respons
terhadap penyakit
3)
Identifikasi sumber potensial cairan:
a. Medikasi
dan cairan yang digunakan untuk pengobatan: oral dan intravena
b. Makanan
R/
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
4)
Jelaskan pada pasien dan keluarga
rasional pembatasan
R/
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
5)
Bantu pasien dalam menghadapi
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
R/
Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet
6)
Tingkatkan dan dorong higiene oral
dengan sering
R/
Higiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang
adekuat
Intervensi :
1) Kaji
status nutrisi
a. Perubahan
berat badan
b. Pengukuran
antropometik
c. Nilai
Laboratorium (elektrolit serum, BUN,kreatinin, protein,transfein, dan kadar
besi)
R/
Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2) Kaji
pola diet nutrisi pasien
a. Riwayat
diet
b. Makanan
kesukaan
c. Hitung
Kalori
R/
Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu
3) Kaji
faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
a. Anoreksia,
mual atau muntah
b. Diet
yang tidak menyenangkan bagi pasien
c. Depresi
d. Kurang
memahami pembatasan diet
R/
Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
4) Menyediakan
makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
R/
Mendorong peningkatan masukan diet
5) Tingkatkan
masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi telur, susu, daging
R/
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis
Tujuan :
berpartisipasidalam aktifitas yang dapat di toleransi
Intervensi :
1) Anjurkan
aktifitas sambil istirahat
R/
mendorong latihan dan aktifitas dalam batas- batas yang dapat di toleransi dan
istirahat yang adekuat
2) Anjurkan
untuk berisitirahat setelah dialisis
R/
istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis agar pasien tidak mudah
kelelahan
3) Tingkatkan
kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat di toleransi, bantu jika
keletihan terjadi
R/
meningkatkan aktifitas ringan atau sedang dan memperbaiki harga diri
4) Observasi
:
a. Anemia
b. Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
c.
Depresi
R/ menyediakan informasi indikasi
tingkat keletihan
4.
Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan anemia
Tujuan : menunjukkan pola pernapasan
efektif
Intervensi
1) Ajarkan
tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
R/
Tehnik relaksasi membuat pasien lebih tenang sehingga bernafas lebih mudah.
2) Berikan
posisi fowler atau semifowler
R/
Diafragma tidak tertekan abdomen
3) Batasi
aktivitas yang terlalu berat pada pasien
R/
Aktivitas berat menyebabkan pernapasan lebih cepat
4) Kolaborasi
dalam pemberian nebulezer dan bronkodilator dengan dokter
R/
Bronkodilator dan nebulezer dapat melonggarkan saluran pernapasan
5) Kolaborasi
dalaam pemberian oksigen dengan dokter
R/
membantu mencukupi kebutuhan oksigen pada pasien
6) Pantau
adanya pucat dan sianosis, efek obat pada status pernapasan, kecepatan irama
kedalaman nafas
R/
Menentukan keefektivitasan tindakan yang diberikan dan menentukan tindakan
selanjutnya
5.
Resiko Penurunan curah jantung
berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
Tujuan : mempertahankan curah jantung
Intervensi :
1) Auskultasi
bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/ kongesti vaskular dan
keluhan dipsnuea
R/
takikardi, frekuensi jantung tak teratur, takipnea,dispnea,mengi, edema/
distensi jugular menunjukkan GGK
2) Observasi
adanya derajat hipertensi : awasi TD; perhatikan perumahan postural, contoh
duduk, berbaring, berdiri
R/
Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki
keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya (skala 0-10) dan
apakah tidak menetap dengan inspirai dalam dan posisi terlentang
R/
Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kurang lebih pasien GGK dengan
dialisis mengalami perikarditis, potensial resiko evusi perikardial/ tamponade
4) Evaluasi
bunyi jantung (perhatiakan friction rub ), TD, nadi perifer, pengisian kapiler,
kongesti vaskular, suhu, dan sensori/ mental
R/
Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi,
penurunn/ tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, pucat dan
penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan
medik.
5) Observasi
tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas
R/
kelelahan dapat mnyertai GJK juga Anemia
6) Kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, foto dada)
R/
Ketidak seimbangan elektrolit dan BUN dapat mengganggu konduksi elektrikal dan
fungsi jantung. Foto dada berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal
jantung atau klasifikasi jaringan lunak
7) Kolaborasi
pemberian obat anti hipertensi contoh prazozin (minipress), captopril
(capoten), klonodil (catapres), hidralazin (Apresoline).
R/
menurunkan tahanan vaskular sistemik dan atau pengeluaran renin untuk
menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan atau IM
8) Bantu
dalam perikardiosentesis sesuai indikasi
R/
akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat mempengaruhi pengisian jantung
dan kontraktilitas miokardial mengganggu curah jantung dan potensial resiko
henti jantung
9) Siapkan
dialisis
R/
penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan
kelebihan cairan dapat membatasi/ mencegah manifestasi jantung, termasuk
hipertensi dan efusi perikardial.
6.
Kurang Pengetahuan tentang kondisi dan
penanganan
Tujuan : meningkatkan pengetahuan mengenai
kondisi dan penanganan yang bersangkutan
Intervensi :
1) Jelaskan
fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan
kesiapan pasien untuk belajar
R/
pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap
untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya
2) Bantu
pasien untuk mengidentifikasi cara- cara untuk memahami berbagai perubahan akibat
penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya
R/
pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit
3) Sediakan
informasi baik tertulis maupun tidak tertulis dengan tepat tentang :
a. Fungsi
dan kegagalan renal
b. Pembatasan
cairan dan diet
c. Medikasi
d. Melaporkan
masalah tanda dan gejala
e. Jadwal
tingkat lanjut
f.
Pilihan terapi
R/ pasien memiliki informasi yang
dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya dirumah .
4) Observasi
pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan penanganannya:
a. Penyebab
gagal ginjal pasien
b. Pengertian
gagal ginjal
c. Pemahaman
mengenai fungsi renal
d. Hubungan
antara cairan,, pembatasan diet dengan gagal ginjal
e.
Penanganan (hemodialisis, dialisis
peritoneal, transplatasi )
R/ merupakan isntruksi dasar untuk
penjeasan dan penyuluhan lebih lanjut
Daftar Pustaka
Bilotta,
kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn et al. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
Lemone, Priscilla. 2012. Medical- surgical nursing: critical thinking
in patient care. Jakarta: EGC
Smeltze, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner& Suddarth edisi 8.
Jakarta: EGC